Kampus Gagasan Hadirkan Peneliti Muda LSKP Bahas Potensi dan Tantangan Pengembangan Kawasan Pesisir


Makassar - Kampus Gagasan kembali menggelar Bincang Gagasan bersama peneliti muda Lembaga Studi Kebijakan Publik (LSKP), Alfiana Hafid. Bincang ini digelar via instagram @kampusgagasan (21/7/2023).

Alfiana merupakan peneliti yang salah satunya concern terhadap isu kebijakan publik termasuk di dalamnya pengembangan kawasan pesisir. 

Bincang dengan tema "Potensi dan Tantangan dalam Pengembangan Kawasan Pesisir yang Berkelanjutan‟ dipandu oleh Naylawati Bachtiar (Anggota Kampus Gagasan).

Fina yang aktif pada Sekolah Cendekia Pesisir membuka diskusi dengan menjelaskan maksud pengelolaan berkelanjutan sebagai pengelolaan yang tidak merusak serta memikirkan kegunaan sumber daya secara jangka panjang. Kawasan pesisir memiliki keberagaman sumber daya hayati di samping itu kental dengan isu reklamasi yang dapat mengubah tatanan sosial ekonomi masyarakat pada kawasan pesisir. 

Namun, Penerima beasiswa LPDP tersebut menyarankan untuk tidak serta merta mengartikan reklamasi dalam hal negatif tetapi perlu mengkaji lebih lanjut dengan menggunakan beberapa indikator seperti tujuan reklamasi, dampak yang dirasakan masyarakat serta implikasi ke depan. Apabila implikasi reklamasi adalah negatif maka tidak dapat dikatakan sebagai pengelolaan yang berkelanjutan. Payung hukum terkait pengembangan kawasan pesisir yakni Undang-undang nomor 1 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, yang diturunkan ke dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2017 tentang kebijakan kelautan yang mengandung 7 pilar salah satunya pengelolaan ruang laut dan perlindungan lingkungan laut. Regulasi tersebut cukup dapat dimaknai bahwa pemerintah telah menaruh perhatian terhadap kawasan pesisir. 

“Selain itu, pemerintah membangun networking dengan LSM, NGO, dan pegiat lingkungan Pesisir” Jelas mahasiswa Pasca Sarjana UGM ini.

Namun, ia mengharapkan bahwa kebijakan pemerintah lebih situasional dan tidak menyamaratakan. Hal ini dikarenakan terdapat pulau kecil yang membutuhkan perhatian lebih. 

Alfiana melihat di beberapa kawasan pesisir terdapat akses kesehatan masih sangat rendah, walaupun terdapat puskesmas pembantu (pustu) tetapi tenaga kesehatan tidak selalu hadir. Begitupun dalam bidang pendidikan, tenaga pengajar yang tinggal di luar kawasan pesisir yang seringkali terkendala akses menuju kawasan pesisir mempengaruhi pelaksanan belajar mengajar. Abrasi yang disebabkan oleh pengikisan air laut secara terus menerus. Apabila mangrove sebagai sistem pertahanan rusak, ekosistem ikut terganggu yang berpotensi mengancam mata pencaharian masyarakat setempat yang notabenenya adalah nelayan.

Menurutnya, pengelolaan wilayah pesisir perlu melakukan identifikasi pada setiap kawasan karena setiap pulau memiliki karakteristik yang berbeda. Salah satunya dipengaruhi oleh kondisi geografis, pulau yang terletak dekat dengan daerah perkotaan menyebabkan karakteristik masyarakat hampir urban. Hal ini tentu memiliki perbedaan dengan masyarakat pesisir yang jauh dari perkotaan. Perbedaan tersebut menjadikan tantangan dan peluang setiap kawasan pesisir juga berbeda.

“Kita sebagai warga luar kawasan pesisir akan terus menginisiasi akan tetapi sulit untuk melakukan pemberdayaan berkelanjutan karena susah untuk mencari kader (yang berasal dari kawasan pesisir” Jelas alumni Administrasi Publik Unhas ini.

Related Post

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Cari Artikel